1 Juni – Hari Lahirnya Pancasila

Uncategorized498 Views

image

Kabarite.com – Opini (2/6), 1 Juni – Hari Lahirnya Pancasila

Konsolidasi Ideologi Nasional
“Kita hendak mendirikan satu bangsa semua buat semua.
Bukan satu orang, bukan buat satu golongan, baik golongan bangsawan maupun golongan orang kaya, tetapi semua buat semua,”

penegasan Bung Karno dalam Pidato 1 Juni 1945 di depan sidang BPUPKI.

Pidato yang melahirkan Pancasila, digali oleh Bung Karno dari peradaban bangsa Indonesia yang telah mengakar, dan kemudian disepakati sebagai filosofi bangsa, dasar negara Indonesia Merdeka.

Pancasila adalah Sosio-nasionalisme, Sosio-demokrasi dan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pancasila adalah Gotong-royong. Bung Karno mengatakan, cita-cita sosio-nasionalisme adalah memperbaiki keadaan-keadaan di dalam masyarakat, sehingga masyarakat yang kini pincang akibat dari imperialisme dan kapitalisme itu menjadi keadaan yang sempurna, tidak ada lagi kaum tertindas, tidak ada kaum yang celaka dan tidak ada lagi kaum yang papa sengsara.

Sedangkan sosio-demokrasi adalah antithesa dari demokrasi liberal model barat. Sistem demokrasi yang tidak sesuai dengan budaya bangsa Indonesia, hanya melahirkan lingkungan politik yang tidak stabil dan memicu perpecahan bangsa. Demokrasi yang hanya memberikan kebebasan atau persamaan di lapangan politik semata, tetapi tidak ada persamaan di lapangan ekonomi.

1 Juni adalah kelahiran Pancasila sebagai ideologi yang progresif. Pancasila yang membebaskan dan bukan untuk menakut-nakuti.
Sekian lama Orde Baru mengawal eksistensi kuasanya, telah mencerabut kelima sila dari Pancasila kian jauh dari tujuan nasional yang terkandung dalam semesta Pembukaan UUD 1945. Alih-alih untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, Pancasila ditelikung menjadi alat penyisih sebagian elemen bangsa Indonesia dan menjadi penumpah darah banyak elemen bangsa Indonesia yang lain. Inilah warisan otoritarianisme Orba yang tua dan anti oposisi, mengatasnamakan Pancasila.

Kemandirian Ekonomi yang menjadi karakter bangsa telah ditabrak secara membabi buta dengan liberalisasi ekonomi. Industri nasional yang menjadi basis kemandirian digerus dengan penetrasi modal asing yang dalam bahasa Bung Karno diistilahkan_ dengan NEKOLIM. Karena persoalan pokok rakyat Indonesia adalah Imperialisme dan Neokolonialisme yang merupakan musuh bersama. Perjuangan melawan Imperialisme dan Neokolonialisme hanya dapat dilakukan dengan Persatuan Nasional, apapun aliran dan ideologinya.

Gerakan Kaum Muda; Menuju Arah Strategis Indonesia
Dalam pemetaan global kini, Indonesia tengah dikepung oleh tiga jenis krisis sekaligus, yakni krisis pangan, krisis energi, dan krisis finansial global. Kapitalisme hari ini telah melewati lima tahap (dari 6 tahap) daur hidupnya, mulai dari Mehrwert, konzentration, akkumulation, verelendung, dan krisis.
Namun sampai hari ini kapitalisme belum sampai pada tingkat zusammenbruch atau keruntuhan. Beberapa kali kapitalisme selamat dari keruntuhan, namun tidak pernah selamat dari krisis. Gelombang liberalisasi kini telah melampaui bentuknya yang klasik dari liberalisasi perdagangan melebar ke sektor finansial.
Perdebatan mengenai liberalisasi perdagangan memang jauh-jauh hari telah dianggap selesai oleh kalangan ekonom, namun tidak demikian dengan liberalisasi finansial. Berbagai macam keraguan muncul setelah terjadinya beberapa krisis finansial yang salah satu penyebabnya adalah diterapkannya liberalisasi finansial.
Dengan lemahnya industri strategis Indonesia, pembangunan Indonesia juga mengalami dampak beruntun dari fondasi yang lemah. Dengan lemahnya sektor industri manufaktur Indonesia, dan penumpuan kekuatan industrinya pada jasa yang seharusnya menjadi industri sekunder, pembangunan Indonesia sangat rawan krisis.

Mengacu pada tradisi oposisi kaum muda, maka yang harus dikembangkan oleh kaum Indonesia adalah oposisi terhadap cara berpikir dan paradigma pembangunan yang mengandalkan pada spekulasi dan transaksi finansial ini. Apapun rejim pemerintahannya, haruslah dikritik jika bersandar pada perekonomian judi yang tidak sesuai dengan visi ideologi nasional.
Di sinilah kaum muda ditantang untuk memberikan analisa kritis, ilmiah dan juga solusi bahwa alternatif model pembangunan ekonomi apa yang beroposisi secara diametral terhadap model yang berdominasi sekarang. Hari ini tradisi oposisi kaum muda merupakan tradisi oposisi yang harus cerdas dan dalam kerangka pertarungan pemikiran dan juga penguasaan atas teknologi dalam kerangka membangun peradaban. Kontribusi yang positif hanya akan memiliki bobot ketika visi ideologi nasional Pancasila, bisa digabungkan lebih lanjut dalam dataran yang lebih operasional dan modern.

Perubahan yang mendasar terhadap sendi-sendi kehidupan rakyat Indonesia yang meliputi Ekonomi, Politik dan Budaya (TRISAKTI) hanya dapat dilakukan oleh Massa Rakyat yang Sadar, berkesadaran untuk berorganisasi, dan mempunyai Ideologi Pancasila sebagai Dasarnya. Muara kesemuanya itu adalah mewujudkan Persatuan Nasional dalam agenda Perjuangan Pembebasan Nasional yang mengusung Perjuangan Nasional Demokrasi menuju Hari Depan Sosialisme dengan melenyapkan Imperialisme dan Sisa-sisa Feodalisme .
Tanpa Persatuan Nasional maka akan sia-sialah perjuangan Massa Rakyat tersebut, karena akan sangat mudah dihancurkan dan rapuh terhadap segala agitasi dan propaganda rezim yang anti perubahan dan cenderung mempertahankan keadaan.  (tio)

Oleh : Edwar Antoni,SH (Ketua Posbakumadin Lubuklinggau)

Comment