Stop Kekerasan Terhadap Pers

by -492 Views
by

Aksi kekerasan siapapun pelakunya harus ditentang dan dihentikan. Itulah yang mendasari aksi para jurnalis di berbagai daerah mengecam aksi kekerasan TNI. Aksi dipicu  tindakan berlebihan yang tak sepatutnya dilakukan di antaranya oleh perwira menengah anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Udara. Sejumlah anggota TNI meradang saat sejumlah jurnalis mengabadikan pesawat militer yang jatuh di Kampar, Riau Selasa kemarin. Mereka memukul dan menendang jurnalis, merusak dan merampas  rekaman hasil liputan.  Tak hanya jurnalis yang jadi sasaran kemarahan, beberapa warga juga menerima bogem mentah para aparat yang kalap itu.

Entah apa yang membuat marah besar para tentara itu. Seperti lazimnya terjadi peristiwa, para jurnalis akan datang meliput peristiwa yang menarik perhatian publik, tak terkecuali kecelakaan pesawat. Bila aparat memandang perlu tempat kejadian dilokalisir untuk alasan kerahasiaan atau kepentingan penyelidikan tentu sah-sah saja. Seperti lazim dilakukan polisi memasang pita garis polisi untuk memberi batas jarak agar siapapun tak mendekat dan tak sengaja merusak lokasi yang bisa mengganggu jalannya penyelidikan. Jadi sebetulnya tak perlu menggunakan cara kekerasan sampai merampas alat kerja para jurnalis yang tengah menjalankan tugasnya untuk menyebarluaskaninformasi kepada publik.

Tindakan kekerasan para tentara  itu jelas tak patut dan berlebihan. Apalagi dalam tayangan baik di televisi maupun situs berbagi video youtube tampak pelaku kekerasan di antaranya adalah seorang perwira menengah. Bahkan aksi dilakukan di hadapan sejumlah anak berseragam sekolah dasar. Sungguh para perwira itu hanya mempermalukan diri, institusi dan tak memberi contoh baik bagi anak-anak.

Untunglah Panglima TNI cukup tanggap. Panglima segera meminta maaf dan berjanji mengusut serta menjatuhkan hukuman bagi anggotanya yang telah bertindak brutal. Apalagi bukan kali ini saja jurnalis  mendapat kekerasan dari TNI. Dalam catatan musuh kebebasan pers yang dirilis Aliansi Jurnalis Independen (AJI), TNI termasuk dalam daftar musuh lantaran tercatat empat  kali melakukan kekerasan terhadap jurnalis. Lebih sedikit dari polisi yang melakukan enam kekerasan terhadap jurnalis setahun terakhir.

Tentu saja kita tak berharap daftar kekerasan terhadap jurnalis itu terus bertambah. Petinggi TNI –juga Polri-  mesti memastikan tak ada lagi para anggotanya yang menggunakan kekerasan saat bersinggungan dengan kewajiban  jurnalis memberitakan peristiwa sebagai mana tercantum dalam Undang-Undang tentang Pers. Langkahnya bisa dimulai lewat  efek jera dengan menghukum pelaku kekerasan di Kampar, Riau. (kbr68h Jakarta)