Ada Ketimpangan Sosial di Muratara Menjadi Warning Bagi Kepemimpinan Syarif-Devi

Muratara, Sumbagsel1676 Views

Kabarkite.com, Muratara – Isu aktual keinginan pisahnya kecamatan Rawas Ilir dari kabupaten MURATARA bergabung dengan Kabupaten MUBA yang dilontarkan oleh Bapak Amri Sudaryono legislator Muratara ( Tokoh sekaligus Sekretaris PERSEDIUM DOB MUARATARA) Akhir akhir ini menjadi pembincangan menarik baik yang kontra maupun yang tidak bahkan menjadi Viral di Medsos khususnya public Muratara.

Mensikapi Viralnya isu kontroversial ini Hermansyah Samsiar, Anggota DPRD Muratara dari PKS menganggap ini hal biasa karena secara Undang-undang dan norma Pancasila tidak ada yang dilanggar selagi tidak keluar dari NKRI itu sah-sah saja, walaupun dari sisi semangat promordialisme kedaerahan ada yang terusik dan merasa janggal sehingga banyak yang berkomentar Negatif bisa jadi karena tidak didalami secara subtansial apalagi cendrung terafiliasi ke kelompok tertentu.

“Setelah saya ajak beliau berdialog dengan mendengar kekesalan serta rasa frustasi dengan pemerintah Muratara sebagai Wakil rakyat dari Rawas ilir –Nibung hingga keluar pernyataan siap jadi motor Rawas ilir gabung dengan MUBA. Saya amati dan menganalisa Fakta di lapangan selainbeberapa yang telah saya ketahui sebelumnya saya katakan pernyataan atau issue kontroversial yang telah menjadi Viral di medsos akhir ini, sesungguhnya sebagai Raport Merah dan mengkofirmasikan kepada public ADA KETIMPANGAN SOSIAL DI MURATARA DAN MENJADI WARNING BAGI PEMERINTAHAN SYARIF-DEVI yang kurang lebih tinggal 1,5 tahun lagi.”, Kata Samsiar.

Menurutnya sebagai ketua Faraksi Gabungan Karya Bintang Keadilan (KBK) DPRD Muratara dirinya pernah menyampaikan melalui pandangan Fraksi telah mengingatkan pada Pemerintah Muratara ketika Rapat paripurna LKPJ Bupati. Bagaimana dengan realisasi implementasi VISI-MISI Bupati-Wakil Bupati?…Apakah realisasi APBD Muratara sudah subtansial?…… atau hanya seremonial?…… belum lagi realisasi serapan anggaran beberapa OPD yang perlu dievalusasi dengan peresentasi yang minim standart?…… dan jawaban dari Pemerintah waktu itu saya anggap masih Normatif saja. Public tidak tau karena tidak terBlow up oleh media.

Pembangunan/Penganggaran Subtansial maksudnya, sesuai narasi Visi-Misi dan menjawab ketimpangan social, pemerataan skala prioritas (equal priority scale – Piqh Aulawiyat). Bukannya seremonial, maaf klau boleh saya Analogikan seperti kepala rumah tangga memberi uang belanja kepada istrinya pengampuh dapur yang penting uang terbelanjakan sremoninya berjalandan terlaporkan padahal subtansinya apakah realisasi itu suadah sesuai kebutuhan gizi dengan anggaran dapur yang ada, bukan mahalnya tetapi kebutuhan sublemen vitamin terpenuhi dan tidak terjangkit Gizi Buruk pada Anaknya.

Banyak Ketimpangan social yang telah terjadi dan perlu di-Evaluasi,cukup saat ini tiga sample indicator diantaranya ;

Pertama : Seperti contoh Rawas Ilir; ada permasalahan ketimpangan social salah satunya setiap banjir telah terjadi kelumpuhan transfortasi karena lebih dari 10 titik krusial harus diatasi dengan peninggian/peningkatan jalan ( Kita tidak membahas banjir besar,karena itu bencana Alam). Setidak-tidaknya ada narasi pembangunan subtansial menjawab ketimpangan social. Sesuai kemampuan misalnya Anggaran tahun ini 1 titik tahun depan 2 titik berkelanjutan dan sterusnya.

Sementara sampai saat ini satu titikpun belum terjawab dan berkutat pada seremonial, Belum lagi ditinjau dari pemerataan skala prioritas lainnya. cerminan visi misi Mewujudkan Infrastruktur Dasar yang Merata dan Berkualitas perlu evaluasi. Yang Notabenenya Rawas Ilir Penyumbang Dana Bagi Hasil terbesar APBD Muratara, yang harus lebih diperhatikan agar lebih baik dan lancar pembangunan Muratara. Rakyat merasa Rawas Ilir sebagai daerah penghasil DBH/dana bagi hasil tetapi pembangunan jauh dari skala prioritas dan pemerataan.

Perlu semua ketahui Rawas Ilir dari Minyak tahun 2018, yaitu dari seleraya melalui DBH lebih kurang 85.000.000.000, ( delapan puluh lima milyar) dengan produksi minyak rata rata 1.450 barrel per hari dan harga rata rata USD50 per barrel, tambah batu bara lebih kurang IDR30miliar, tahun 2019 akan lebih besar DBH ke Muratara karena produksi rata rata 2200 bahkan mendekati kedepannya 3000 barrel perhari dan harga rata rata USD60 per barrel.

Tahun Anggaran 2019 berdasarkan rincian DBH Kemenkeu MIGAS 153.558.628.0000 ( Seratus lima puluh Tiga Miliyar lima ratus lima puluh delapan juta enam ratus dua puluh delapan ribuh rupiah), tambang, MINERBA 98.915.508.000 ( Sembilan puluh Delapan Miliyar Sembilan ratus lima belas juta lima ratus delapan ribu rupiah) belum terhitung perkebunan. Uang tersebut menjadi APBD muratara dan dibangun menyebar seluruh Muratara.

Kedua, Ketimpangan sosial ekonomi kesejahteraan rakyat, Permasalahan lahan masyarakat yang banyak diserobot Perusahaan dengan tidak berkeadilan , PT- Karyawan PHK besar-besaran dengan hak-haknya tidak dipenuhi. Masyarakat perlu kehadiran pemerintah mengadvokasi dengan realitas subtansial. Bila perlu cabut izin prinsipnya bagi yang mengangkangi regulasi dan menjadi lintah di Daerah dan rakyat jadi mangsa.

Ketiga ; Ketimpangan sosial subtansial versus Seremonial yang cendrung lebay menampilkan kepada public, cendrung pencitraan dibandingkan membangun personal branding. pencitraan adalah “pembungkusan diri” dengan gambaran yang disukai oleh public walaupun apa yang diberikan sebagai value kadang tidak jelas atau bahkan cenderung kehilangan Narasi atau “kosong”.

Berbeda dengan personal branding, walau disebutkan di awal memiliki banyak kesamaan dengan pencitraan yaitu pembentukan kesan kepada public tentang diri seseorang, tetapi lebih memfokuskan pada core competencies yang dimiliki.

Personal branding biasanya dilakukan secara consistensi dengan jangka waktu yang relatif lebih panjang dibandingkan dengan sebuah pencitraan. Jadi membangun personal branding diperlukan usaha serta hasil yang lebih konkret, terencana, terukur dengan tujuan akhir yang jelas dan dapat dipertanggung jawabkan secara terbuka kepada public muratara yang bermuara hasil (Out Come).

Perlu pemahaman kita bersama sebagai warga yang baik. Mengkritik pemerintah memang bagian dari sistem demokrasi yang dilindungi Undang-undang di negara ini. Namun demikian, kritikan tersebut pun harus dilakukan dengan cara yang sesuai dengan Undang-undang, tidak dilakukan dengan kritik caci-maki atau kritik menjatuhkan. Dan apa yang saya sampaikan ini merupakan wujud dari rasa memiliki lepas dan luar dari sikap abu-abu suka tidak suka (like it or not).

“Ayo kita berdialog cari solusi fomulasi mendorong pemerintah Syarif-Devi dalam mewujudkan Visi-Misi yang kepemimpinannya tingal kurang lebih 1,5 tahun lagi. Bila perlu stakeholder dan LSM, Pemuda, Mahasiswa dan para aktifis Muratara secara terbuka pada public berada dalam sebuah forum Kupas tuntas realisasi implementasi Visi-Misi dan saya siap jadi salah Satu Nara Sumber melakili DPRD Muratara kalau memang itu diperlukan untuk Muratara lebih baik.”, Pungkasnya.(Opini)

Comment