Kisah Sebuah Bangunan Megah

Opini944 Views

Dari berbagai sumber, pada zaman sultan Harun Ar-Rasyid di irak, ketika sultan selesai membangun sebuah bangunan yang teramat megah menyerupai bangunan Nabi Sulaiman.

Ketika itu sultan memintai pendapat para menterinya.

Menteri yang mengurus di bidang pertahanan menjawab dengan decak kagum “tuan memang hebat dalam segi keamanan bangunan ini sangat kuat dan kokoh disetiap sudut- sudutnya”. Selanjutnya menteri yang mengatur ketatanegaraan memberi komentar luar biasa “belum pernah seumur-umur hamba melihat bangunan yang begitu strategis.

Bukan hanya ketepatan lokasinya, desain bangunan juga menambah betapa sempurnanya bangunan tuan kali ini”. Begitu pula menteri yang mengurusi dibidang perekonomian tak kalah saing dengan tanggapannya, “bagi hamba bangunan tuan ini bukan hanya kokoh dan megah melainkan tuan telah tepat untuk memilih sebuah bangunan yang sekaligus menumbuhkembangkan lapangan pekerjaan para penduduk serta meningkatkan perekonomian bagi golongan rakyat miskin untuk mengais rezeki dengan banyaknya kunjungan-kunjungan orang-orang yang ingin melihat bangunan ini”.

Sultan tersenyum bangga atas pendapat para menterinya dan dia terus blusukan memintai pendapat pada setiap orang yang ditemuinya. Semuanya memberikan tanggapan dengan pujaan dan sanjungan untuk sang sultan. Ditengah-tengah agenda blusukannya sultan begitu tertarik dengan seorang pengemis yang meminta-minta. Akan tetapi setelah dicermati oleh sultan, dibelakang pengemis itu berderet orang-orang penuh cacat, seberapapun hasil yang pengemis itu dapat dari orang-orang yang memberi, ia bagikan kepada orang-orang cacat tersebut. Karna penasaran sultan menghampiri sang pengemis dan dimintai pula pendapatnya tentang sebuah bangunan. Dengan sopan sang pengemis menjawab ”ada dua yang tuan lupa wahai sultan. Setiap seseorang selesai membangun sebuah bangunan. Pertama, bangunan tersebut yang pergi duluan dan kedua, orang yang membangun akan mati mendahului bangunnya. Kalau bangunan tersebut rusak mendahului yang membangun itu tidak menjadi masalah akan tetapi     sebaliknya kalau yang membangun meninggal terlebih dahulu akan menjadi pertanyaan yang berkelanjutan di kemudian hari oleh Allah swt. Wahai fulan bangunan yang kau tinggalkan banyak manfaatnya bagi orang-orang maka bahagialah kamu dengan jariyahmu. Akan tetapi jika bangunan yang kita tinggalkan menjadi sarang maksiat bagi orang-orang maka ini akan menjadi masalah besar yang sebenarnya. Wahai fulan engkau akan menanggung azab yang pedih oleh karena engkau telah membangun bangunan yang menjadi sarangnya dosa. Wallahu a’lam. (*)

Ferry Irawan AM

Pemerhati budaya dan sosial masyarakat

Comment