Konvensi Capres Ala Partai Nahdliyin

by -491 Views
by

imageOleh : Kiki Rizki Yoctavian
Caleg PKB Kota Palembang

Kabarkite.com-Opini (7/10),Indonesia mengetahui sepak terjang sang Fenomenal Joko Widodo yang akrab disapa Jokowi. Mantan Walikota Solo yang booming lewat penataan Pedagang Kaki Lima, Mobil SMK dan perseteruannya dengan Bibit Waluyo Gubernur Jawa Tengah kala itu hanya karena persoalan izin mendirikan Mall.

Tak sampai disitu, keberhasilan Jokowi merebut kursi Gubernur DKI Jakarta mengalahkan Gubernur Petahana Fauzi Bowo yang diusung partai penguasa telah terlanjur dicap sebagai the rissing star Indonesia.

Naiknya popularitas Jokowi yang fenomenal tentunya tak lepas dari “bantuan” media. Berita tentang sosok Jokowi menjadi sarapan pagi, makan siang dan malam media pers. Pers seakan ingin melepaskan dahaga para pembaca dengan pemberitaan tentang sosok yang merakyat di tengah krisis kepercayaan masyarakat Indonesia akan adanya pemimpin yang sederhana. Tentunya dengan pemberitaan yang fantastis tersebut, popularitas Jokowi menanjak tajam. Tercatat hampir seluruh lembaga survey mengunggulkan Jokowi sebagai Calon Presiden Indonesia mengalahkan Capres dari manapun.

Fenomena Jokowi ini tentunya sangat berimbas kepada popularitas Partai Demokrasi Perjuangan Indonesia (PDI-P) sebagai partai yang mengorbitkan Jokowi di kancah perpolitikan nasional. Dan Jokowi pun menjadi sosok Capres yang sangat diperhitungkan menjelang Pemilihan Presiden tahun 2014.

Lain halnya dengan Partai Demokrat. PD yang terpuruk popularitasnya lewat kasus Hambalang mencoba melakukan upaya-upaya penyelamatan partai dengan melakukan pembersihan dengan menjungkalkan Ketua Umumnya Anas Urbaningrum dan menetapkan Soesilo Bambang Yudhoyono sebagai Ketua Umum merangkap Ketua Dewan Pembina dan Ketua Majelis Tinggi Partai. Proses penjungkalan itu dikatakan para pendukung Anas Urbaningrum sebagai upaya kudeta inkonstitusional. Partai Demokrat terus berbenah menaikan popularitasnya yang merosot tajam dengan menggelar Konvensi Calon Presiden Partai Demokrat yang diikuti oleh tokoh-tokoh PD maupun Non PD. Terdapat nama-nama yang cukup mempesona dalam Konvensi Capres itu seperti Pramono Edhi Wibowo (Mantan KSAD TNI), Marzuki Ali (Ketua MPR RI), Gita Wiryawan (Menteri Perdagangan), Ali Masykur Musa (BPK RI) dan lain-lain. Upaya PD untuk menaikan popularitasnya kembali tentunya juga mengharapkan bantuan tangan dari kekuatan media pers sebagai penyambung langsung komunikasi dengan rakyat. Akan tetapi sayang, media pun tidak bekerja penuh seperti yang diharapkan. Beberapa media malah mengungkap sisi negative para Capres yang ikut Konvensi PD seperti pemberitaan tentang gagalnya Menteri Perdagangan RI mengontrol harga kebutuhan bahan pokok menjelang lebaran. Suatu hal yang kontradiktif bagi perkembangan kampanye sosialisasi pencapresan dan partai. Upaya menaikan popularitas PD seakan berjalan stagnan tanpa bantuan media.

Partai Kebangkitan Bangsa, partai besutan para Ulama NU seakan ingin kembali kepada khittahnya sebagai partai warga Nahdliyin. Setelah unggul pada urutan ketiga pada pemilu 1999, PKB mengalami kemunduran yang signifikan pada pemilu 2004 dan 2009. Ini tak lepas dari pengaruh konflik internal yang mendera dan menggerus suara PKB terlebih di basis utama PKB di Pulau Jawa. Para punggawa PKB bergerak cepat untuk mempersiapkan diri agar tidak menjadi Thawaf Wadda (putaran akhir) PKB pada pemilu 2014. Perbaikan struktur, penguatan jaringan, pembentukan badan otonom sebagai sayap partai dan perekrutan calon legislative serta usaha-usaha untuk meraih dukungan para ulama NU pun mulai dilakukan. Roadmap politik PKB pun digelar tidak tangung-tangung. Silaturrahmi keberbagai pondok pesantren se Indonesia seakan menjadi agenda wajib bagi para pengurus PKB baik di Pusat maupun di Daerah. Sampai kepada menggelar pawai Resolusi Jihad pun dilakukan untuk menggalang simpati dari warga Nahdliyin. Hingga tinggal keinginan dari PKB yang harus diraih yaitu memiliki Calon Presiden sendiri.

PKB bukannya partai yang tidak memiliki tokoh-tokoh yang layak untuk dijual. Terdapat nama-nama yang tak kalah menterengnya seperti Sang Ketua Umum PKB H. Muhaimin Iskandar, Khofifah Indar Parawansa, Pentolan grup band Dewa 19 Ahmad Dhani, Raja Dangdut H. Rhoma Irama, Ali Masykur Musa dan Mahfudz MD. Dua nama terakhir bertolak belakang. Mahfudz MD menolak ikut Konvensi Capres dari PD dan memilih sebagai Capres PKB, namun Ali Masykur Musa lebih memilih ikut konvensi PD. Keputusan mereka berdua tentunya dengan pertimbangan yang matang.

PKB pun menggelar “konvensi capres rakyat”. H. Rhoma Irama yang meyakini dirinya telah menerima kontrak politik sebagai Calon Presiden PKB menggelar roadshow Nada dan Dakwah. Gelarnya sebagai Raja Dangdut dan Ksatria Bergitar diplesetkan oleh para pendukungnya menjadi Partainya Ksatria Bergitar sebagai nama lain kepanjangan dari PKB. Bang Haji pun semakin garang dalam melakukan sosialisasi pencapresannya melalui PKB.

Lain halnya dengan Mahfudz MD. Pendekar konstitusi ini pun menyatakan diri telah didukung oleh para ulama NU untuk maju sebagai Calon Presiden dari PKB. Menolak undangan Konvensi Capres PD dan lebih memilih PKB sebagai kendaraan politiknya. Mahfudz MD memang lebih akrab di PKB mulai dari anggota Komisi III DPR RI, Menteri Pertahanan di era Presiden Abdurrahman Wahid hingga menduduki Ketua Mahkamah Konstitusi RI. Sosialisasi pencapresan pun dijalaninya. Roadshow di wilayah Jatim, Jateng, Jabar dan luar Pulau Jawa terus dilakukan. Berbeda dengan H. Rhoma Irama yang melakukan Nada dan Dakwah, motode sosialisasi Mahfudz MD lebih kepada cara-cara ilmiah yang menyentuh pola pikir masyarakat perkotaan.

Metode PKB menaikan popularitas melalui konvensi capres ala rakyat ini tidak disadari oleh para pesaingnya. Percaya diri partai pendukung Jokowi lewat media dan kemegahan Konvensi Capres PD menjadikan gerakan politik PKB menjadi tidak terpantau. Peluru pertama PKB telah ditembakkan. Nada dan Dakwah H. Rhoma Irama seyogyanya adalah bentuk sosialisasi dengan menyentuh langsung masyarakat pedesaan. Masyarakat pedesaan akan dengan mudah mengakrabkan diri lewat nada-nada yang dilantunkan dan dakwah yang disebar langsung tanpa bantuan media. Masyarakat pedesaan tidak dapat mencapai Jokowi di media dan melibatkan diri dalam hingar binger Konvensi Capres PD. Tapi mereka dapat terpakur, berdoa, berzikir dan berjoget bersama dengan Sang Ksatria Bergitar.

PKB punya peluru kedua yaitu Mahfudz MD. Kebersihan prilaku, kejujuran dan ide-ide cemerlang tentang penegakan hukum dan menjaga konstitusi negeri menjadi daya tarik tersendiri. Media pun mau tak mau terpesona dan ikut membantu tanpa menyadari hal yang sesungguhnya bahwa Pendidikan Politik PKB kepada seluruh rakyat Indonesia telah sukses dijalankan PKB lewat seorang Mahfudz MD.

PKB memiliki dua peluru metode sosialisasi untuk menarik popularitas yang terlewatkan oleh partai-partai di negeri ini dan PKB telah menjalaninya. Sebagai peluru yang ketiga selanjutnya PKB akan mengumpulkan kembali kekuatan PKB yang terserak akibat konflik dimasa lalu untuk kembali menjadi benteng perjuangan poltik warga Nahdliyin. Kini sejarah perpolitikan Indonesia tinggal menghitung hari bahwa PKB akan berada kembali dijalur kebesaran politik NU dengan slogan terbaru Indonesia Lahir dan Batin. Kita pun menunggu peluru-peluru selanjutnya yang akan ditembakan oleh PKB partainya Warga Nahdliyin. (red)