Eka Subakti, S.E (Ketua Pengprov PELANGI Sumsel)
Kabarkite.com, Palembang – Kota Palembang menjadi pusat dari kerajaan Sriwijaya. Menurut prasasti Kedukan Bukit yang ditemukan di Bukit Siguntang, sebelah barat Kota Palembang, kota ini didirikan sebagai wanua, yang ditafsirkan sebagai kota pada 16 Juni 682 Masehi. Jika dihitung, Kota Palembang kini sudah berusia 1.341 tahun dan menjadi kota tertua di Indonesia. Sungai Musi yang merupakan jalur rempah turut memperkuat Palembang sebagai pusat pertumbuhan ekonomi yang menghubungkan desa desa, kabupaten di Sumatera Selatan.
Layang layang (layangan) tradisional khas Palembang, di jaman Kesultanan Palembang, layangan sudah dimainkan sebagai permainan di kalangan pembesar kesultanan seperti Manteri, Raden atau pun Pangeran.
Kms. H. Andi Syarifudin dalam harian Berita Pagi Minggu, 12 Agustus 2018, menceritakan Van Sevenhoven (1821) dalam tulisan nya melukiskan tentang permainan layangan di Kesultanan Palembang sebagai berikut “Disini lagi lagi ada sebuah Bidar atau-sungguh Pancalang yang mbawa seorang Manteri, Raden atau Pangeran. Ia sungguh sibuk. Tidak ada yang mengalihkan perhatian nya. Ia melihat dengan tajam ke udara dan seorang yang baru akan berfikir, bahwa ia sedang mengawasi dengan seksama sesuatu yang ajaib di udara dan dari waktu ke waktu menceritakan kepada yang bersamanya apa yang di lihatnya. Kenyataan adalah jauh daripada itu. Orang itu kelihatanya begitu terhormat, kepada siapa banyak soal soal penting harus di laporkan, sedang menghibur diri dengan main layangan yang tali nya diperkuat dengan tumbukan gelas dan di campur dengan benda tajam lain nya dengan maksud memutuskan tali layangan lain semacam itu akan diputuskan oleh yang terakhir ini dengan tali yang juga di perkuat dengan cara yang sama.
Itulah kesibukan nya; dan tidak mengherankan! Dalam hal ini ia mengikuti rajanya yang mulia dan tuan nya yang di samping itu masih mempunyai keistimewaan yang rupa rupanya hanya dimiliki oleh keluarga raja, yaitu bahwa ia mengawasi layangan yang berada tinggi di awan dengan sebuah teropong yang biasa di pakai untuk mengikuti suatu pementasan (tonel). Yang kalah ialah orang orang yang tali layangan nya dapat di putuskan oleh lawan nya.
Di dalam rumah adat Limas, layangan dan ulakannya disimpan di ruangan pawon, digantung di dinding luar sebuah pangkeng yang berada tidak jauh dari ruang makan.
*UPAYA PELESTARIAN DAN PENGEMBANGAN*
Aktivitas permainan tradisional ini sekarang dikenal dengan nama Pecian oleh masyarakat Palembang. Melalui Undang Undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2022 tentang Keolahragaan permainan tradisional masuk dalam kategori olah raga masyarakat.
Upaya Pelestarian di lakukan oleh BKKBN, Pemprov Sumsel melalui pendirian kampung KB Layang Layang di Lorong Sei Tawar I, Kelurahan 29 Ilir, Kecamatan Ilir Barat II, Kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan. Dinamai kampung KB layang layang karena dulunya di kampung ini banyak pengerajin layang layang.
Pendirian komunitas/klub layang layang oleh pegiat layangan aduan. Berdasarkan laporan Perkumpulan Pelayang Seluruh Indonesia (PELANGI) Kota Palembang terdapat 74 klub/komunitas layangan aduan yang terdaftar di PELANGI. Para pegiat layangan aduan di Palembang memberikan kontribusi pelestarian dan pengembangan melalui aturan permainan, spesifikasi ukuran layangan 48 cm yang lentur menyesuaikan tipe angin di kota Palembang, kemudian aturan penggunaan gelasan katun yang ramah lingkungan merupakan komitmen mendukung pelestarian lingkungan hidup. Upaya pelestarian permainan tradisional dan olahraga masyarakat ini telah berpengaruh pada tingginya permintaan pasar produk layangan khas Palembang yang berasal dari kabupaten kota seperti Ogan Ilir, Muara Enim, Prabumulih, dan penjualan jenis gelasan katun di toko toko peralatan layangan relatif stabil.
Dukungan perguruan tinggi untuk melestarikan dan mempopuler permainan layang layang telah di mulai oleh Universitas Sriwijaya, melalui festival Layang Layang Dies Natalis pada tahun 2023 telah membuka ruang kolaborasi dengan PELANGI Sumatera Selatan sukses melibatkan mahasiswa dan akademisi serta UMKM yang di kelola mahasiswa.
*WARISAN BUDAYA TAK BENDA (WBTB) NASIONAL*
Berdasarkan aspek historis, dukungan regulasi, komunitas pelestari pegiat layang layang yang terlembagakan melalui PELANGI yang saat ini mempunyai jaringan struktur di Palembang, Ogan Ilir, Muara Enim, Pali, Prabumulih, OKU, OKU Selatan, OKU Timur, Muba, Musi Rawas dan Lubuklinggau Linggau, perguruan tinggi dan identifikasi potensi pengembangan dan keberlanjutan permainan layang layang di Sumatera Selatan, sudah selayaknya di daftarkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB).
Perkumpulan Pelayang Seluruh Indonesia (PELANGI) Sumatera Selatan dan Jaringan Kerja Kebudayaan Rakyat Kota Palembang, akan mendaftarkan Layang Layang Tradisional Khas Palembang sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Nasional ke Direktorat Jenderal Kebudayaan Republik Indonesia.
Semoga status WBTB layangan tradisional khas Palembang akan menjadi produk awal pemajuan kebudayaan kementerian Kebudayaan yang di rencanakan di bentuk oleh Presiden dan Wakil Presiden terpilih Prabowo Subianto dan Gibran Rakabumingraka sebagai implementasi program ASTA CITA.(*)
Kota Tua dan Layang-layang Khas Palembang
