Umrah Gratis Dan SD Ditutup

by -621 Views
by

image

*Dua sisi mata uang; emas dan timah hitam

Oleh: Ferry Irawan AM*)

Kabarkite.com-Opini (22/6),GERAKAN  (karena bukan gebrakan) umrah gratis untuk 1000 orang oleh Pemerintah Kota Lubuklinggau di tahun 2013 dengan dalih salah satu gerakan untuk menuju Linggau Madani perlu dipertanyakan. Uang senilai 25 milyar rupiah tentu harus dikeluarkan untuk program ini. Uang siapa? Uang Negara. Dari mana? Dari rakyat. Kembali ke rakyat. Masuk akal.

Perlu diingat, warga yang ada di Lubuklinggau bukan 1000 orang saja. Dengan mengumrahkan hanya seujung kuku dari keseluruhan jari jempol, tetap tidak akan memadanikan Lubuklinggau secara utuh, seperempatnya saja tidak.

Di lain sisi, sebuah lembaga yang mendidik anak-anak usia sekolah dasar ditutup oleh Dinas Pendidikan. Para wali murid SD Bunda Kelurahan Megang tercengang. Kenapa harus ditutup? Sudah tidak ada dana untuk alokasi operasional SD Bunda, muridnya sedikit dan belum memiliki izin.
Kenapa eksekusi, bukan solusi? Tegasnya ada asap peninggalan orde lama.

Saya terenyuh mendengar keluh-kesah seorang ibu bertubuh tambun yang sengaja ingin mencurahkan isi hatinya. Dia mendatangi rumah saya; Besok (Sabtu, 22-06-2013) anak kami akan dibagi raport sekaligus menerima surat pindah sekolah dari kepala sekolah, anak saya baru kelas dua. Kalau pindah, susah nanti beradaptasi lagi. Belum harus beli seragam ini, bayar ini dan itu lagi, keluhnya di sela isak tangisnya. Semoga pemerintah membatalkan rencana hendak menutup sekolah SD Bunda, harapnya.

Saya mendatangi sekolah tersebut di pagi hari (Sabtu, 22-06-2013). Ternyata benar, semua anak didik diberikan raport dan surat pindah. Saya menanyakan ke beberapa wali murid yang terlihat murung. Ragam komentar yang saya dengar; sekolah ini kan didirikan di zaman bu Ana (istri walikota saat meresmikan sekolah ini tahun 2011), kenapa sekarang dikatakan tak punya izin?

Sepengetahuan saya, pemerintah yang sekarang merupakan bagian dari pemerintahan yang lama. Komentar salah seorang ibu yang sedang menyisiri rambut anak gadisnya yang masih duduk di kelas tiga. Katanya nggak ada lagi biaya operasional, ucap Leo yang sengaja disuruh mewakili mengambil raport dan surat pindah adiknya.

Saya sedih kalau anak saya pindah. Pokoknya anak saya tetap mau di sini jika ada yang peduli dengan sekolah ini, ucap ibu yang bertubuh gemuk yang sehari sebelumnya mendatangi rumah saya. Kemudian saya berjalan memasuki ruang guru. Ada dua orang di sana. Melihat saya hendak masuk, satu orang langsung pergi.
Seseorang menanyakan, ada apa pak? Tanyanya. Oh, kalau masalah itu bapak silakan tanya langsung kepada kepala sekolah di ruang sebelah. Elaknya saat mengetahui maksud kedatangan saya.

Saat kepala sekolah saya tanyakan; sekolah ini sudah tidak ada dana untuk operasionalnya. Kalau bapak ingin tau langsung, tanyakan saja pada orang-orang di atas (maksudnya Dinas Pendidikan). Jawabnya singkat dan langsung berkemas-kemas dibantu para stafnya untuk mengosongkan ruangan dari dokumen-dokumen. Tak beberapa lama kemudian ruangan itu pun menjadi lengang. Seluruh barang-barang telah diangkut.

Kota Madani bukan semata-mata terlihat dari social religious nyata di sebuah negara atau sebuah kota seperti Lubuklinggau. Di dalam kitab suci umat Islam terdapat pesan Tuhan untuk manusia; Dan takutlah kalian akan keturunan –generasi sesudahmu– yang lemah (akal, pendidikan, akhlak dan ekonomi). Pesan Tuhan ini terlihat dengan jelas jika membangun SDM generasi masa depan ke arah yang lebih baik juga termasuk memadanikan sebuah negara. Bukankah seseorang yang berfikir satu jam saja untuk kebaikan bangsa dan negaranya masih lebih utama baginya daripada ia beribadah selama 1000 tahun. Dan masa depan kota Lubuklinggau ini di puluhan tahun  ke depan bukan terletak di tangan manusia yang sekarang, melainkan ada pada anak-anak kita.

Tidak. Tidak dengan menyodorkan surat pindah bagi seluruh siswa merupakan solusi untuk sekolah ini. Dan dengan surat pindah yang dipaksakan justeru akan berpengaruh pada mental wali murid lebih-lebih pada anak didik yang dipaksa pindah ke sebuah sekolah baru.

Menutup sebuah sekolah dan mengumrahgratiskan 1000 orang seakan membuat wajah baru terhadap Pemkot Lubuklinggau. Seperti membuat lempengan mata uang dengan dua sisi; emas dan timah hitam. Kalau seandainya pihak pemerintahan dalam hal ini Bapak Walikota selaku penentu kebijakan mau mengkaji, sangat mudah untuk meneyelamatkan keberadaan SD Bunda ini.

Kalau memang penyebab utamanya karena terkendala dana pendidikan. Sebab hanya ada 57 orang total murid SD Bunda yang menempuh jenjang pendidikan dari kelas satu sampai kelas enam. Sedikitnya murid karena bukan tidak ada peminat. Karena memang dibatasi tidak boleh lebih dari 15 orang perkelas.

Baiklah, kembali pada penawaran solusi, hanya dengan angka 342 juta rupiah pasti bisa menyelamatkan biaya pendidikan seluruh murid SD Bunda selama enam tahun (hingga tamat sekolah). Dengan penghitungan setiap anak dibantu biaya pendidikan 1 juta rupiah/tahun.

Kalau masalah perizinan? Ah, apa sih susahnya kalau seorang pejabat yang benar-benar peduli. Tidak ada yang sulit bagi sebuah negara ini untuk urusan pendidikan. Iya kan? Sedangkan para gurunya telah menerima gaji selaku PNS aktif.

Bahkan uang 25 milyar untuk umrah gratis 1000 orang itu jika dialokasikan untuk seluruh anak-anak SD yang ada di kota ini, yang setiap anak mendapat bantuan langsung 2.5 juta melalui rekening mereka, itu berarti cukup untuk membiayai seratus ribu anak SD selama mereka menempuh pendidikan 2-3 tahun.
Padahal, berapa total keseluruhan anak-anak SD di kota ini? Tidak menembus angka ratusan ribu. Itu berarti anggaran umrah gratis itu mampu membiayai seluruh anak-anak SD di kota ini untuk 2-3 tahun ke depan.
Sebuah prestasi gemilang untuk sebuah pemerintah kota yang sedang menuju masyarakat madani. Mana yang lebih baik? Hanya nurani bersih saja yang memilih untuk pilihan kedua.

*) penulis Novel Babad Sriwijaya