Berguru Dengan Aceng, Incumbent Diuntungkan

Uncategorized304 Views

oleh : Prasetio

Kabarkite.comOpini, ACENG HM Fikri, Bupati Garut yang akhir-akhir ini menjadi sosok fenomal dan banyak diperbincangkan, bukan karena prestasi dalam membangun kabupaten Garut, namun akibat pernikahan singkatnya dengan Fani Octora (18) pada tanggal 14 Juli 2012 secara siri. Karena usia pernikahannya dengan wanita di bawah umur ini hanya berjalan beberapa hari, tepat pada hari ke-empat Aceng menceraikan Fani Octora lewat pesan singkat (SMS) melalui telepon seluler miliknya.

Tidak berhenti disana, awan hitam terus mengelayuti kehidupan Aceng HM Fikri. Layaknya seorang selebriti, segala sisi kehidupan Aceng disoroti oleh banyak pihak. Informasi dari Ketua Komisi Perlindungan Anak, Seto Mulyadi memaparkan ada delapan wanita yang diduga telah dinikahi Bupati Garut ini secara siri. Mereka antara lain Nenden yang tinggal di Kadungora, Shinta Larasati di Karawang, Yanti di Limbangan Garut, Ratih dari Kadungora, serta Lilis di Purwakarta.

Gonjang ganjing kasus Aceng semakin santer diperbincangkan hingga awal tahun 2013, dari persoalan siri dan privacy kini masuk ke wilayah politik. Sehingga dampak yang dirasakan Aceng tidak hanya kepada sanksi sosial, namun kasus Aceng tersebut mengarah pada impeachment atau pemakzulannya dari jabatan Bupati Garut, Jawa Barat.

BOLA PANAS ACENG

Memasuki Pemilihan Umum Kepala Daerah Provinsi Sumatera Selatan yang dilaksanakan pada 6 Juni 2013 (pasal 9 (3) Undang-undang nomor 15 tahun 2011). Bola panas Aceng bergerak liar sampai memasuki teras politik Sumsel. Pasalnya, secara mainstream beberapa nama yang muncul pada bursa pencalonan pada pemilihan gubernur dan wakil gubernur Sumsel 2013 tersebut terlibat dalam lingkaran masalah yang sama, yaitu Nikah Siri. Mereka antara lain ; Pertama, Eddy Santana Putra (Walikota Palembang) yang menikah dengan Eva Ajeng Permana. Padahal Ketua DPD PDI-P ini waktu pelaksanaan pernikahannya dengan Eva Ajeng masih berstatus suami sah Srimaya Haryanti. Kedua, Ridwan Mukti (Bupati Musi Rawas), untuk persoalan privacy atau nikah siri, Ridwan Mukti tidak terlalu mengambil pusing. Karena memang ekspose nikah sirinya tidak booming dan lagi pula kasus nikah siri ini masih bersifat dugaan dan bernilai politis bila disingkap ke ruang publik.

Berbeda jauh dengan ESP (sapaan Eddy Santana Putra), kasus nikah sirinya lebih dahulu merebak sebelum pencalonan dirinya sebagai cagub pada pilgub Sumsel 2013, sehingga peristiwa ini akan berdampak negatif terhadap pencalonan dirinya pada pemilihan gubernur 2013. Terkait dengan nikah sirinya, beberapa kalangan menilai ESP dikhawatirkan berindikasi melanggar Undang-undang 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan PP 6 tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Selanjunya dalam pasal 27 e dan f Undang-undang Pemerintahan Daerah, masing-masing disebutkan, kepala daerah dan wakil kepala daerah mempunyai kewajiban menaati dan menegakkan seluruh peraturan perundang-undangan dan menjaga etika dan norma dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Selanjutnya, Ganjalan Hukum lain adalah Undang-undang 1 tahun1974 tentang Perkawinan. Pasal 2 dalam UU tersebut disebutkan, sahnya sebuah perkawinan harus dicatatkan.

Bagaimana Nasib ESP?

Berlebihan dan terlalu dini jika Undang-undang diatas berimplikasi pada ESP (tetapi pihak ESP juga harus berantisipasi), karena Pasal 27 e dan f Undang-undang Pemerintahan Daerah hanya mengisyaratkan secara global mengenai “etika dan norma”, sedangkan Undang-undang perkawinan nomor 1 tahun 1974 tidak berdampak hukuman pidana. Sementara itu, status pernikahan ESP dengan Srimaya sedang menunggu hasil keputusan banding dari Pengadilan Tinggi (PT) Agama Palembang. Kasus ESP sangat berbeda dengan Aceng, sehingga dua mata pasal dari Undang-undang Perkawinan dan Undang-undang Pemerintahan Daerah boleh jadi bisa menjadi dasar untuk pemakzulan Aceng namun bisa jadi tidak berimplikasi kepada ESP.

Disamping itu, riuh dan pengutukan atas aksi nikah siri ESP tidak santer terdengar baik di kota Palembang secara khusus ataupun Sumatera Selatan secara umumnya. Lagi pula, (bebeda lagi dengan Aceng) ESP bertanggung jawab atas pernikahan sirinya.

TEORI PEMBUSUKAN

Dari paparan yang dibubuhkan diatas menarik untuk dicermati adalah “belajar dari Aceng” – perkara “moral” yang berujung pada persoalan politik adalah pelajaran berharga, apalagi dalam momentum politik. Kasus-kasus semacam ini dapat dijadikan “senjata yang mematikan” bagi rival (lawan) politik, karena kasus-kasus seperti ini dapat mengundang antipati hingga memicu emosi publik.

Menurut Peter Schroder (2000) untuk mencapai tujuan dan cita-cita politik dibutuhkan cara-cara atau strategi untuk mengungguli kandidat-kandidat lain. Menjebak kandidat lain dengan uang, seks atau lainnya, lalu mendiskreditkannya melalui propaganda media massa dengan membocorkan apa yang diistilahkan sebagai exotic information adalah sering dilakukan lawan politik untuk pembunuhan karakter. Teori ini juga dikenal dengan “teori pembusukan” yang umumnya dilakukan dengan menghalalkan segala macam cara (Machiavelli).

Dalam konteks politik Sumatera Selatan 2013, sulit memang mencari dalang atau otak pelakunya, siapa untuk apa sondolan bola panas Aceng ini hingga bergerak liar menjadi isu panas dalam perhelatan demokrasi di Sumatera Selatan. Tegasnya, dalam konsep exotic information, pihak sponsor ajek mengunakan jasa “informan” dengan harapan terjadi perang antar kandidat, intinya sponsor ingin membuat gaduh perpolitikan di Sumsel, maka dengan sendirinya pihak ketiga yang diuntungkan.

Mendulang Emas di Tengah Konflik

Dalam teori politiknya, Peter Schroder (2000) membagi strategi politik kedalam dua bentuk, yaitu Stategi Ofensif (strategi menyerang), dan Strategi Deffensif (strategi bertahan). Pertama, Kecendrungan melakukan Stategi Ofensif adalah para kandidat pendatang baru, antara lain Walikota Palembang, (Edy Santana Putera), Walikota Lubuklinggau, (Ridwan Effendi). Bupati Ogan Komering Ilir, (Ir.H.Ishak Mekki), Bupati Ogan Komering Ulu Timur (Herman Deru). Bupati Musi Rawas (Ridwan Mukti). Kedua, menurut Schroder Strategi Deffensif ini umumnya biasa dilakukan oleh kandidat incumbent.

2013 Sumatera Selatan mengeliat, sejumlah nama mentereng siap menabuh gengerang peperangan, 2013 kegaduhan politik sumsel semakin terasa, para kandidat pendatang baru yang umumnya merupakan kepala daerah, sibuk berburu suara, baik di daerah yang mereka pimpin hingga ke kabupaten/kota lainnya di Sumatera Selatan, hal demikian demi meningkatkan elektabilitas suara. Tetapi, berbanding terbalik dengan incumbent yang cendrung deffensif, kelihatan lebih tenang dalam menganalisa kondisi politik yang ada sambil sosialisasi kesuksesan program yang telah dilaksanakannya.

Menganalisa kegaduhan politik Sumsel 2013 yang teramu dalam fenomena nikah siri bakal calon gubernur yang akan bertarung pada pemilihan gubernur dan wakil gubernur pada bulan juni 2013 mendatang, diduga pihak incumbent lah yang sangat diuntungkan. Walaupun sekilas tampak natural, perselisihan ESP dengan Srimaya akibat dari nikah sirinya dengan Eva Ajeng atau kasus nikah-nikah siri lain yang dilakukan oleh kandidat 2013 adalah merupakan berkah bagi incumbent untuk mencekik musuh tanpa mengunakan tangannya atau cukup menyiram sedikit bensin ke api, cukup meluluhlantakan yang ada tanpa tersisa.

Sketsa yang dirancang adalah sketsa “saling”, saling fitnah, saling tuduh, dan saling serang antara kandidat satu dengan kandidat lainnya, Cth. ESP dengan kasus nikah sirinya dengan Eva Ajeng menduga Herman Deru (HD) sebagai penumpang gelap (baca : Nasori Doak Ahmad, SH) atau dalang dari kekisruhan hubungannya dengan Srimaya (istri pertamanya) – dari tuduhan tersebut dengan sendirinya memicu reaksi dari pihak HD – al-hasil, perseteruan antara dua kandidat ini tidak akan bisa terelakkan.

Hal senada juga bisa terjadi dengan kandidat-kandidat lainnya, benturan-benturan yang terskenario secara apik baik antara Ridwan Mukti dengan Ishak Mekki, Ridwan Effendi dengan Ridwan Mukti dan seterusnya. Tegasnya, perseteruan dan permusuhan di antara kandidat pendatang baru ini sangat diharapkan pihak incumbent, “mendulang emas ditengah konflik”.

Mengingat calon incumbent, Alex Noerdin merupakan calon yang berpengalaman, dengan modal pengalaman pada Pemilukada Sumsel 2008 dan Pemilukada DKI Jakarta 2012 menjadikan Alex Noerdin semakin sangat piawai dalam merancang strategi dan melancarkan aksi politiknya. Kita tinggal menunggu, apakah skenario ini akan lebih booming ketimbang film Habibie Ainun atau 5cm. Kita tunggu saja siapa pemenang dari skenario berbaju ACENG ini. ****Penulis adalah Mahasiswa pasca Sarjana UI, pernah aktiv di Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Sumsel dan PB Front Anak Bangsa Menguggat (FRABAM)

Comment