Ngotot Legal, Meski Pungut Restribusi Dirumah Orang

Uncategorized460 Views

Kabarkite.com-Musirawas (12/1), PEMEKARAN daerah merupakan suatu proses pembagian wilayah menjadi lebih dari satu wilayah, dengan tujuan meningkatkan pelayanan dan mempercepat pembangunan. Pemekaran wilayah juga diharapkan dapat menciptakan kemandirian daerah.

Meski demikian terdapat berbagai kendala yang muncul dalam proses pemekaran daerah yang dimulai dari tapal batas wilayah, pengaturan keuangan belanja aparatur, perangkat kelembagaan, bantuan daerah induk sampai pada penentuan asset-asset daerah yang berakhir pada munculnya konflik antara daerah induk dengan daerah pemerkaran. Seperti hal-nya yang terjadi antara Kota Lubuklinggau dan Kabupaten Musirawas, Sumateraselatan 12 tahun atau Dua kali sudah Pemilihan Presiden, Dua kali pemilihan Gubernur, dan Tiga kali pemilihan Bupati Musirawas dan Walikota Lubuklinggau, masalah asset menjadi semakin runyam. Walaupun Musirawas, dikepalai oleh Mantan Anggota DPR-RI Dua Periode, tetap saja tak mampu mengayomi hal ini.

Padahal khususnya yang menyangkut pembagian aset daerah induk dan daerah pemekaran, pemerintah melalui Departemen Dalam Negeri memiliki regulasi berupa Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 42 Tahun 2001 Tanggal 28 November 2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Penyerahan Barang dan Hutang Piutang pada Daerah yang Baru Dibentuk. Kepmendagri tersebut dimaksudkan untuk kelancaran penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan pada Daerah yang baru dibentuk, agar segera dilakukan penyerahan barang dan pengalihan hak serta tanggungjawab atas hutang piutang dari Propinsi/Kabupaten/Kota induk kepada Daerah yang baru dibentuk.

Konflik pemekeran tersebut, juga membuat distorsi hukum didaerah masalah asset terus menjadi polemik, seperti contoh sikap Kepala Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informasi (DISHUBKOMINFO) Musirawas, Ari Narsa meski asset yg dikelolanya semestinya secara dejure/hukum milik Kota Lubuklinggau ia berani secara terang-terangan membantah bila pihaknya melakukan penarikan retribusi illegal di terminal tersebut meski wilayah itu berada didalam wilayah hukum rumah tangga Kota Lubuklinggau, dengan alasan asset itu masih hak pemerintahan Kabupaten Musirawas. Bahkan ia berani melawan tudingan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kota Lubuklinggau, Hasbi Assadiki dan Gubernur Sumaeteraselatan Alex Noerdin bahwa pemerintahan daerah yang dipimpin oleh Ridwan Mukti (RM) telah melakukan tindakan melawan hukum dan undang-undang terkait UU Pemekeran dan peraturan lainnya mengenai penyerahan asset. Termasuk penarikan retribus illegal dikawasan teritorial hukum Pemerintah kota Lubuklinggau yakni di Terminal Tipe A kelurahan Simpang periuk kecamatan Lubuklinggau Selatan II kota tersebut.

“Kita tidak illegal, tidak melakukan pungutan liar. Jelas-jelas petugas kita memakai pakaian seragam dinas, untuk memunggut retribusi didaerah itu” pungkasnya seolah-olah tak mengerti hukum.

Sedangkan pemerintah menerbitkan PP nomor 129 tahun 2000 tentang Pemekaran Daerah yang mengatur antara lain tentang instrumen prosedural dan instrument persyaratan pemekaran daerah. Prosedur pengajuan usulan pemekaran melalui berbagai lembaga seperti DPR, DPD atau Pemerintah dalam hal ini Departemen Dalam Negeri. Sebelum dibahas dan diputuskan bersama oleh DPR-RI dan Pemerintah, berkas usulan dibahas oleh Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah dan diperiksa kelayakannya oleh Departemen Dalam Negeri berdasarkan berbagai indikator sebagai persyaratan pemekaran daerah. Persyaratan tersebut antara lain berkaitan dengan potensi SDA, ekonomi, sosial budaya, jumlah penduduk dan luas wilayah.

Potensi konflik dalam proses penyerahan aset sangat tinggi sebagai akibat dari ketidakberdayaan sebuah aturan. Seringkali UU tentang pembentukan suatu daerah baru, menuangkan jangka waktu penyerahan asset maupun definisi aset yang harus diserahkan secara berlebihan tanpa memikirkan kondisi yang ada dilapangan atau prosesnya dipaksakan. Kepmendagri Nomor 42 Tahun 2001 tidak menuangkan secara jelas tentang sanksi hukum, sementara definisi asset yang perlu diserahkan terlalu luas sehingga membuka ruang perdebatan tentang definisi asset dari perspektif ekonomi dengan definisi aset dalam kerangka hukum tersebut.

Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Musirawas, Gotri suyanto mengungkapkan bahwa ia akan segera berkoordinasi dengan Sekretaris Daerah (Sekda) terkait tudingan orang nomor satu di provinsi Sumateraselatan, yang secara tegas mengatakan bahwa daerah tersebut melawan Undang-undang yang ada dinegara kesatuan Republik Indonesia. Dan itu bisa jadi bukti kegagalan leader daerah Bupati, dan pejabat terasnya.

“Persoalan semua aset yang ada di kabupaten Mura akan dikoordinasikan dengan sekretaris daerah. Mengenai pelanggaran hukum yang terjadi itu juga di bahas karena aset yang ada saat ini semuanya jelas,” kata Gotri.

Diakuinya bahwa terdapat puluhan aset milik Pemkab Mura yang berada diwilayah teritorial Pemkot Lubuklinggau. Hingga sekarang aset tersebut tetap dilakukan pengawasan oleh pemkab Musirawas dari awal pemekaran Kota Lubuklinggau dari kabupaten induk Kabupaten Musirawas.

Padahal pembagian asset daerah yang telah diatur dalam bentuk regulasi sampai level petunjuk teknis, dalam pelaksanaannya tidak mudah diterapkan dalam praktek. Daerah induk dan daerah pemekaran umumnya bertahan dalam memperebutkan asset vital yang menyangkut hajat hidup orang banyak yang bernilai ekonomis tinggi yang berdampak langsung pada pendapatan asli daerah.

Lalu pertanyaannya, aturan mana yang mesti dipakai gaya premanisme para tokoh politik di Musirawas yang siap menumpahkan darah jika asset diserahkan, keegoisan dan kegagalan Bupati Musirawas atau penegakkan hukum sebenarnya?, dimana kekuatan hukum negara ini ? dan betulkan di perbolehkan dalam satu teritori hukum memiliki 2 kantor kepala daerah, dua kantor DPRD dan 2 rumah dinas, lalu kenapa mesti harus dimekarkan  jika daerah Induk dan Bupati atau pemimpinnya tak mampu membangun asset lain. (Rutan/Edosaman/Tim Kabarkite)

Comment