Cawang Gumilir Digusur, MHP Dinilai Tak Patuhi KLHK

Musirawas1015 Views

Foto : Alat berat menggusur lahan warga Cawang Gumilir, Bumi Makmur.

Kabarkite.com, Musirawas (25/3) PT. Musi Hutan Persada (MHP/Marubeni Coorporation), perusahaan hutan tanaman industri (HTI), yang beroperasi di sejumlah kabupaten di Sumatera Selatan (Sumsel), dinilai tidak mengindahkan perintah dan rekomendasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Perusahaan tersebut telah diminta untuk tidak melakukan penggusuran lahan yang dikuasai warga, yang diklaim sebagai lahan konsesi perusahaan.

“Mereka terbukti tidak mengindahkan perintah KLHK, sebab sejak Kamis (17/03/2016) kemarin melakukan penggusuran lahan perkebunan dan permukiman warga Dusun Cawang Gumilir di Desa Bumi Makmur, Kabupaten Musi Rawas,” kata Hadi Jatmiko, Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumsel.

Menurut Hadi, aksi penggusuran yang melibatkan ratusan aparat polisi, dinas kehutanan, dan pegawai perusahaan PT. MHP tersebut, menggunakan sejumlah alat berat dengan target lahan seluas 1.500 hektare.

Sebelum melakukan penggusuran, melalui sejumlah pemberitaan di media massa lokal, pihak Dinas Kehutanan Musirawas  meminta warga di Dusun Cawang, Desa Bumi Makmur, agar meninggalkan lokasi karena akan dilakukan penggusuran.

“Kami jelas meminta penggusuran dihentikan. Pemkab Musirawas, PT. MHP, dan aparat kepolisian harus mematuhi perintah KLHK,” kata Hadi.

Dijelaskan Hadi, dalam aksi penggusuran yang dilakukan pihak perusahaan beberapa waktu lalu, KLHK memerintah perusahaan agar menunda penggusuran, dan melakukan penyelesaian konflik dengan masyarakat.

image

Desa Bumi makmur adalah desa transmigrasi HTI yang telah ada sejak 1992. Di awal awal tahun transmigarsi, desa ini hanya memiliki 400 kk, namun karena perkembangan penduduk, saat ini Desa Bumi makmur telah memiliki sekitar 1.200 kk yang tersebar di 7 Dusun, salah satunya Dusun Cawang Gumilir.
Karena Keterbatasan lahan transmigrasi yg diberikan pemerintah dan desakan kebutuhan hidup serta semakin bertambahnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun, memaksa masyarakat desa untuk melakukan penggarapan lahan, baik untuk pertanian maupun pemukiman yang ada di sekitar desa dan akhirnya perluasan lahan pemukiman dan pertanian tersebut disepakati oleh Pemerintah Desa dan Pemerintah Kabupaten menjadi dusun, yang semula hanya 4 dusun sekarng menjadi 7 dusun.

Namun setelah pemukiman dan lahan digarap oleh masyarakat, pada sekitar tahun 2008 perusahaan mendatangi masyarakat dan meminta masyarakat untuk mengosongkan dusun dan lahan garapan, karena  menurut perusahaan lahan yang dijadikan pemukiman (dusun) dan pertanian dan kebun tersebut adalah milik perusahaan atau berada  di wilayah konsesi perusahaan dengan luas konsesi mencapai 290 ribu hektar atau 7 kali luas Kota Palembang.

Upaya memaksa warga untuk keluar dari dusun tersebut terus dilakukan oleh perusahaan dengan melibatkan personil polisi dan tentara yang tidak jarang membawa senjata api laras panjang. Masyarakat kerap dituduh melakukan aktivitas illegal. Padahal perkebunan (karet dan singkong) tersebut berada di lahan miliknya yang luasan rata-ratanya + 3 hektar, dan bahkan ada yang tidak memliki lahan. Sementara itu, para cukong lahan yang memiliki lahan besar hingga puluhan hektar dan melakukan alih fungsi lahan (kawasan hutan) tidak pernah tersentuh hukum oleh Pemerintah Kabupaten.

Puncaknya adalah hari ini (18/3/2016 -Red) kepolisian mendatangi pemukiman warga dan memaksa warga mengosongkan rumahnya melalui pengeras suara yang dilakukan dari atas kendaraan.

Terhadap upaya intimidasi dan pelemahan negara oleh perusahaan, Terhadap aksi penggusuran tersebut, Walhi Sumsel menuntut:

Pertama, mendesak KLHK untuk memerintahkan PT. Musi Hutan Persada (Marubeni Coorporation) menghentikan pengusuran lahan, permukiman dan fasilitas umum lainnya. Serta menghentikan tindakan represif kepada masyarakat Dusun Cawang Gumilir, Desa Bumi Makmur,  Kabupaten Musi Rawas.

Kedua, KLHK harus memberikan sanksi terhadap perusahaan yang telah berulang kali melakukan pembangkangan terhadap (Negara), yang mengabaikan Surat KLHK tentang penghentian pengusuran yang ditandatangani oleh Menteri LHK pada 14 Juli 2015 Nomor : S.317/MenLHK-PSKL/2015.

Ketiga, Kepala Kepolisian Republik Indonesia segera menindak aparatnya yang diduga telah melakukan intimidasi dan tidak mematuhi upaya penyelesaian konflik yang tengah dilakukan KLHK. Kapolri segera memerintahkan penarikan pasukan dari lokasi.

Keempat, mendesak DPRD Kabupaten Musi Rawas memanggil dan memeriksa Pemerintah Kabupaten Musi Rawas, secara khusus Dinas Kehutanan Musi Rawas terkait dugaan adanya intervensi perusahaan PT MHP terhadap Pemerintah Kabupaten Musi Rawas.(Red/walhi)

 

Comment