Ini Penjelasan Bupati Muratara Soal Tapal Batas Sumsel-Jambi

Kabarkite.com, Muratara – Soal tapal batas Sumsel-Jambi yang berdekatan dengan wilayah Muratara, Bupati Kabupaten Muratara, H Devi Suhartoni (HDS) angkat bicara.

Seperti di kutip dari media sumeks.co, HDS mengatakan, terkait dengan tugu batas Provinsi Sunsel-Jambi ia meminta warga Kabupaten Muratara tidak meributkan masalah itu.
Sebab akhir-akhir ini menurutnya banyak sentimentil terkait pembuatan tugu batas yang dilakukan provinsi Jambi di dekat Desa Sungai Jauh, Kabupaten Muratara.

Ia menjelaskan, berdasarkan catatan sejarah tugu batas wilayah Sumsel-Jambi berdasarlan topografi alam mengikuti batas aliran sungai. Seperti di tugu batas lama di Desa Simpang Nibung Rawas. Namun dulu sebelum pemekaran wilayah, di wilayah Desa Simpang Nibung Rawas, tidak ada aliran listrik lalu dipasang oleh Pemprov Jambi.
Sehingga dengan begitu banyak warga Muratara pindah KTP dan KK dati Provinsi Sumatera satan ke Provinsi Jambi.

“Apakah itu bermasalah, ada iya ada juga tidak. Hanya sebagian wilayah dan penduduk Sumsel pindah ke Provinsi Jambi, tapi ini masih dalam lingkup NKRI,” jelasnya.

Lebih lanjut, sejak pemekaran wilayah Muratara, ada wilayah Provinsi Jambi yang masuk jauh ke wilayah Provinsi Sumsel. Pada 2017 ada kesepakatan antara Pemda Sarolangun dan Pemda Muratara agar tidak meributkan masalah perbatasan. Lalu dari masyarakat Muratara demo soal perbatasan. Kemudian batas wilayah itu diputuskan melalui Permendagri Nomor 131/2017.

Dimana dikatakan Devi, hasilnya tetap aneh. “Perbatasan masih masuk jauh ke wilayah Sumsel. Provinsi Jambi tidak salah memasang tugu itu, karena sudah ada Permendagri yang mengatur masalah tapal batas. Pada 2017 itu kita kalah lobi,” kata Bupati.

Pihaknya mengaku menghormati keputusan yang diatur Permendagri Nomor 131/2017. Dan yang penting tugu batas Jambi tidak masuk ke wilayah Sumsel. “Saya sudah lapor Gubernur Sumsel, kita tetap NKRI tetapi pembuatan tugu pembatas saat ini sudah masuk wilayah Sumsel. Untuk masyarakat saya minta tidak usah ribut. Jika tugu batas Jambi masuk wilayah Sumsel, tentunya tugu batas kita yang lama juga masuk wilayah Jambi,” ucapnya.

Devi juga menambahkan, tantangan masyarakat Muratara masih sangat banyak. Dan tidak perlu menghabiskan pemikiran hanya di satu permasalah saja. “Masalah ekonomi, masalah pendidikan, tidak boleh angkut batu bara dan macam-macam. Saya sebagai putra daerah sangat optimis dan yakin melihat Muratara aman, nyaman, warga lancar aktivitas, tapi harus tetap sesuai aturan kita akan maju,” tegasnya.
Kata Devi, bagi masyarakat yang masih memperdebatkan masalah tapal batas wilayah, ia membuka ruang komunikasi publik. Dan ia mempersilakan siapa saja yang hendak menanyakan secara langsung soal batas wilayah itu ke rumahnya.

Sebagaimana diketahui beberapa waktu lalu, sejumlah warga di Muratara sempat heboh dengan kedatangan Gubernur Provinsi Jambi di tugu perbatasan yang dianggap masuk di wilayah Sumsel tersebut. Banyak warga berkomentar terkait pembuatan tugu batas yang sudah melewati batas tersebut.

Salah satunya seperti yang diungkapkan Amel saat mengomentari postingan itu, “Anggota DPRD kabupaten Musi Rawas Utara serto advokat yang punyo nyali mano suaronyo, masyarakat pasti siap mendukung,” komentarnya singkat.
Sementara itu Firdaus Staf Ahli Bidang Kehutanan dan Pertanahan Bupati Kabupaten Muratara menjelaskan, peta geografis kabupaten Muratara dan Provinsi Jambi tidak tegak lurus mengikuti alur Jalan Lintas Sumatera. Menginggat sebelum ada jalan lintas sumatera, perbatasan wilayah mengikuti topografi alam dan adanya batas wilayah di jalan lintas lama. “Yang dibangun Pemprov Jambi itu bukan tugu batas wilayah, itu cuma tugu selamat datang. Batas wilayah mereka memang didekat situ sekitar 30 meter dari tugu selamat datang yang mereka bangun, memang itu masuk wilayah kita Sumsel sekitar 30 meter,” ujarnya.

Ditegaskannya, jika dilihat dari peta batas wilayah sesuai Permendagri Nomor 131/2017. Perbatasan wilayah Kabupaten Muratara dan Jambi itu berbentuk cekungan. “Tugu batas lama di desa Simpang Nibung itu titik akhir koordinat wilayah Sumsel, tapi bentuknya tidak tegak lurus tapi garis petanya membentuk cekungan,” timpalnya.

Kemudian terkait masalah tapal batas Sumsel-Jambi di 2023 awal, pihaknya menegaskan akan dibahas lagi oleh Pemprov di Mendagri. Pihaknya, mengimbau agar masyaraat tetap tenang dan menyerahkan sepenuhnya penuntasan masalah tapal batas ke Pemprov Sumsel.(sumeks.co)